Self Diagnosis, Is It Right ?

March 11, 2022 by Admin1
sd6.jpg

Haloo Gaes ketemu lagi kita…..

Gimana kabarnya beberapa pekan ini?? hope healthy ya..pastinya banyak aktivitas yang kita lakukan di rumah baik itu sekolah online (ini pasti sih), ngerjain tugas dan beragam aktivitas lainnya, salah satunya kita isi nonton film tentunya dengan fasilitas yang telah disediakan di rumah mulai dari Netflix, Viu, Iflix, Go Play, Genflix, Vidio, Disney +Hotstar or HBO GO tapi inget ya gaes jangan sampe salah pilih layanan atau situs streaming ilegal ya..

Setelah nonton film kita jadi berfikir cerita ini ko bisa jadi story nya yang lagi kita alamin sama persis ya.. nah ini mulai nih kita melakukan self diagnosis sama diri kita reliaze or not

Saya yakin sebagian dari kita pernah melakukannya (self diagnosis), hayukkk ngaku..its ok. Kita mulai tuh mencari informasi (berseluncur di dunia maya) dengan gadget yang kita miliki untuk mencari tau apa yang kita alami…dan tadaaaa….ada donk masuk kategori yang mana dengan apa yang kita sedang alami (mulai meyakinkan diri sesuai dengan apa yang kita asumsikan dari berita tersebut)

Nahh yang jadi concern adalah apakah kalian yakin sudah melakukan diagnosis dengan benar terkait diri kalian, or sekedar coba coba dengan platform yang tersedia di internet untuk memastikan atau meyakinkan diri kalian dan apa yang terjadi dengan diri kalian???

Yuk kita bahas disini..

Berdasarkan hasil survei dari Millennial Mindset: The Worried Well pada tahun 2014, 37% responden Gen Y, terkadang melakukan Self Diagnosis terkait masalah kesehatan mental yang sebenarnya tidak mereka miliki.

Weitsss jadi sebenarnya sesuatu yang kalian pikirkan belum tentu itu menjadi kenyataan or kata lain belum tentu menjadi realitasnya. Hal ini dapat terjadi karena kecenderungan teman teman dalam menggunakan internet untuk diagnosis dapat menyebabkan ‘pencarian dan stres, dari gen Y sendiri 44 %  hal ini mengindikasikan bahwa melihat informasi kesehatan online malah menyebabkan mereka khawatir tentang kesehatan mereka.

Sometimes kita seringkali bertanya di lubuk hati kita apa aku sedang mengalami depresi?  Or Film ini menggambarkan aku banget ya? Musik ini dan historinya ngena banget nih di aku, so I will do it same things. Ini adalah salah satu contoh dari Self Diagnosis

Di zaman yang serba digital ini,  hal yang lumrah ketika seorang individu khususnya remaja, melakukan analisis terhadap diri sendiri dan ternyata adanya peningkatan yang menggunakan hal ini. Sebagai contoh, adanya web-based symptom checkers, yang berfungsi untuk mengetahui tanda-tanda dari masalah kita dan mendapatkan rujukan apakah harus bertanya kepada ahlinya atau hanya butuh beristirahat.

Tapi gaes tunggu dulu kalian juga perlu mempertimbangkan kevalidan dari situs tersebut tentu harus dipertanyakan karena tidak menunjukan berdasarkan dari studi apa, dan apakah individu yang melakukan Self Diagnosis itu menjawab sesuai kebenarannya dan tidak berdasarkan prasangka.

Menurut Ateev Mehrotra, Associate Professor Kebijakan Kesehatan dan Pengobatan di Harvard Medical School dan Beth Israel Deaconess Medical Center, wadah ini mungkin berguna pada pasien yang masih mencoba untuk memutuskan apakah mereka harus pergi ke dokter segera. Yang perlu digaris bawahi adalah masih mencoba ya gaes

Tetapi dalam banyak kasus, kita harus berhati-hati alias waspada dalam mengambil informasi yang kita ambil dari pemeriksa di situs online (gejala) sebagai patokan utama.

Banyak dari kita nih gaes menuliskan diagnosis terhadap diri kita sendiri didasarkan kepada apa yang dirasakan sehari-hari dan apa kegiatan yang dilakukan.  Yang perlu kita ketahui Self Diagnosis adalah upaya mendiagnosis diri sendiri berdasarkan informasi yang didapatkan secara mandiri.

Gimana sih contoh dari self diagnosis…..

“Aduh gue depresi nih ngerjain tugas kagak kelar-kelar”

“Gue sering ngomong sendiri kalo lagi dimotor, kayanya gue Halusinasi deh”

“Gue OCD nih soalnya gasuka yang kotor-kotor”

“Gue kayanya bipolar deh mood gue gampang banget berubah-ubah”

Fenomena ini seperti sedang hype dan orang-orang terkesan hanya mengikuti tren ini agar tidak merasa ketinggalan zaman dan menganggap ini sesuatu yang keren. Yakin keren dengan update tren saat ini??

Maraknya platform yang menyebarkan informasi mengenai tanda-tanda gangguan psikologis juga membuat diri kita menjadi tersugesti memiliki keadaan yang sesuai dengan hal tersebut.

Padahal belum tentu loh, nah pasti ada tujuan yang ingin diberikan donk. Tujuannya adalah memberikan edukasi kepada siapa saja yang membaca pentingnya menjaga kesehatan mental, bukan untuk mendiagnosis diri sendiri. Sampai sini paham ya gaes

Sayangnya gak semua orang yang baca mengerti atau memahami apa yang dimaksud oleh beberapa platform tersebut, so banyak dari kita mengasumsikan hal tersebut sebagai salah satu sarana untuk mendiagnosisi diri sendiri

Pada kenyataannya, apakah semudah itu mendiagnosis diri sebagai individu yang depresi? Atau bahkan mengalami Obsessive Compulsive Disorder dan Bipolar?

Nah sebenarnya apa yang kita rasain itu mungkin bisa menjadi salah satu indikasi masalah / gangguan psikologis tapi weitsss tunggu dulu hal ini perlu didukung oleh data data lain dan terjadi dalam kurun waktu tertentu di dasarkan kepada pedoman yang ada seperti PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa atau DSM (Diagnosis Statistic Manual).

So bukan dengan ujug ujug dengan apa yang kita rasain langsung tuh kita langsung beranggapan kita punya gangguan psikologis….udah mulai paham donk ya sampai sini..kita bisa lanjut

Sebenarnya Self Diagnosis bisa membantu memberikan gambaran mengenai diri sendiri, namun jika tidak dilanjutkan dengan menghubungi profesional atau ahli bisa Berbahaya.

So, hati hati dalam melakukan self diagnosis, bisa jadi menimbulkan pengaruh buruk terhadap kesehatan diri kita ya kan

Kita perlu tau ni apa aja sih bahaya yang mungkin dapat terjadi ketika kita melakukan self diagnosis

Mengutip pernyataan Dr. Srini Pillay, M.D yang sudah berpengalaman selama 25 tahun sebagai psikiatri dan menjabat sebagai Asisten Profesor Psikiatri di Harvard Medical School

1.Tidak dapat membedakan penyakit medis yang menyamar sebagai sindrom kejiwaan.

2. Meragukan kemampuan profesional (seperti dokter dokter atau psikolog)

3. Kita mampu melihat dan mengenal diri sendiri, namun kita membutuhkan cermin untuk melihat diri kita lebih jelas. Dalam hal ini, dokter dan psikolog lah yang berperan sebagai cermin.

4. Menganggap keadaan diri sendiri sangat buruk. Kenyataannya tidak seburuk itu atau bahkan baik-baik saja.

5. Menyangkal tentang gejala yang dialami (denial).

6. Apa yang dirasakan belum tentu menganggu produktifitas sehari-hari, sehingga tidak dapat diklasifikasikan sebagai masalah psikologis.

Nah sekarang kita perlu membekali diri kita untuk melakukan self diagnosis, How or gimana sih caranya??

Ini dia nih yang perlu kita lakukan

  1. Memilah informasi yang di dapatkan di internet

Internet memang salah satu sumber informasi termudah dan tercepat yang kita miliki saat ini, bener gak gaess…semua yang kita butuhin tinggal kita googling dan tadaaa sudah muncul apa yang kita perlukan.Kita perlu memilah milah informasi yang ada di internet dengan mencari tau sumber yang valid. Kalian jago banget pastinya menggunakan internet dan melakukan penelusuran. Sebagai pengguna jangan dengan mudah tersugesti dan mencocokan gejala yang ada terhadap keadaan diri sendiri. Ingat ya gaes jangan mudah tersugesti…

  1. Berdiskusi dengan teman dan keluarga

Salah satu cara efektif yang dilakukan oleh masyarakat kita dalam mengurangi stress adalah dengan bercerita kepada teman atau keluarga. (Cygna Asurance, 2018)…so guys kita bisa mengoptimalkan fungsi keluarga dan teman ya

  1. Menghubungi profesional

Siapa saja yang dimaksud dengan profesional, ada psikiater, psikolog, dokter. Pelayanan kesehatan ini bisa kalian dapatkan di RS, Puskesmas maupun Klinik yang memiliki jasa konseling tentunya dengan tenaga profesional tersebut ya.

Di Puskesmas Kecamatan Kembangan saat ini sudah memiliki layanan profesional tersebut loh, jadi gak usah khawatir lagi kalian bisa datang untuk bertemu langsung or via online . Kita pun sudah menyediakan sarana konsultasi untuk kalian…anytime kalian mau sharing apapun silahkan chat alogaes ya, kalian bisa memilih untuk berkonsultasi dengan siapa saja terkait hal yang ingin kalian ungkapkan ke kami.


One comment

  • bestbookcompany.com

    October 27, 2024 at 5:04 pm

    The best book companies play a pivotal role in shaping the literary world, each contributing its unique strengths and specialties.

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


logo-long

Alo Gaes merupakan media komunikasi yang berisi info-info kesehatan remaja, mulai dari isu pubertas, gizi, hingga kesehatan mental. Alo Gaes juga bisa lho sebagai sarana kamu berkonsultasi singkat atau tanya-tanya soal kesehatan fisik maupun mental dari ahlinya langsung. Kami juga terbuka untuk kamu-kamu yang mau kirim artikel atau hasil karya lain lho.

Konten Terbaru

Selamat datang di Puskesmas Kembangan. Fitur chat ini khusus curhat online remaja
//
Dokter Umum
Kak Wanda
//
Bidan
Kak Ita
//
Ahli Gizi
Kak Desi
//
Dokter Umum
Kak Agnes
//
Dokter Umum
Kak Micca
//
Perawat
Kak Dadang
//
Apoteker
Kak Priska
//
Psikolog
Kak Ros
//
Jak-GO (Jaringan Konsultasi Gigi Online)
Pelayanan Gigi
//
Call Center
Call Center
WhatsApp